Profesionalisme Kunci Sukses PSU, Penyelenggara Harus Miliki Semangat Perbaikan Diri

MUARA TEWEH, onlinesinarbarito.com – Proses demi proses dalam tahapan Pemungutan Suara Ulang (PSU), termasuk pengumpulan dan penghitungan suara hingga rekapitulasi, dinilai telah berjalan dengan baik di Kabupaten Barito Utara.

Hal tersebut menjadi catatan penting dan pelajaran berharga bagi seluruh penyelenggara, khususnya mereka yang tergabung dalam Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di lingkungan PPK maupun PPS. (13/7/2025).

“Pertukaran pengalaman, tahapan demi tahapan, khususnya pengumpulan dan penghitungan suara, sudah dilaksanakan dengan baik. Ini jadi bekal penting dalam menghadapi proses PSU yang sekitar 3 atau 4 minggu lagi. Kita bersiap menuju hari pemungutan suara,” ujarnya.

Ia juga berharap agar para penyelenggara, baik yang sudah berpengalaman maupun yang baru bergabung, tetap memiliki semangat untuk terus memperbaiki diri. Terlebih, dalam regulasi yang mengatur kerja penyelenggara pemilu, telah ditegaskan pentingnya menjunjung tinggi 12 prinsip penyelenggaraan pemilu, salah satunya adalah profesionalisme.

“Profesionalisme itu bukan semata soal pengetahuan. Tapi juga soal tekad dan niat untuk terus memperbaiki diri,” tegasnya, merujuk pada Pasal 2 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya semangat progresivitas sebagai doktrin dalam menjalankan tugas. “Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Itu harus menjadi prinsip yang tertanam dalam diri setiap penyelenggara,” kata dia.

Idham Holik juga mengatakan bahwa dirinya percaya teman-teman punya pandangan bahwa penyelenggaraan Pilkada ini adalah bagian dari reputasi daerah.

Ia juga menyinggung soal persepsi publik yang kerap kali keliru terhadap PSU, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang secara menyeluruh di Kabupaten Barito Utara.

Menurutnya, di tengah maraknya politik pasca-kebenaran (post-truth politics), persepsi publik kerap dibentuk oleh disinformasi yang bukan hanya sekadar salah informasi, tetapi sengaja diarahkan untuk membentuk opini yang keliru.

“Kita berada dalam lanskap politik pasca-kebenaran, di mana disinformasi sering menggantikan fakta. Ini jadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara untuk tetap profesional dan menjaga integritas lembaga,” pungkasnya. (adv/sb).