Komisi I DPRD Banjarmasin Bahas Tuntas Persoalan Pertanahan

BANJARMASIN, onlinesinarbarito.com – Komisi I DPRD Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas berbagai persoalan administrasi pertanahan yang selama ini kerap menimbulkan polemik di masyarakat, mulai dari tapal batas wilayah hingga validasi identitas kepemilikan tanah.

Ketua Komisi I DPRD Kota Banjarmasin, Aliansyah, mengatakan forum RDP tersebut menghadirkan berbagai pihak terkait, di antaranya Ikatan Pembuat Akta Tanah (IPAT), Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kota Banjarmasin, para camat dan lurah se-Kota Banjarmasin, serta Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin. Selain itu, hadir pula Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).

“Permasalahan pertanahan ini sangat kompleks dan sering kali bersinggungan antarinstansi. Karena itu, RDP ini menjadi ruang untuk menyatukan persepsi dan mencari solusi bersama,” ujar Aliansyah, Kamis (16/10/2025).

Dalam forum tersebut, lanjutnya, mencuat sejumlah isu strategis seperti penataan tapal batas Kota Banjarmasin dengan Kabupaten Banjar dan Barito Kuala, serta alih media sertifikat tanah dari analog ke elektronik yang menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selain itu, muncul pula persoalan perbedaan data identitas kepemilikan tanah antara dokumen pertanahan dan data kependudukan masyarakat. Perbedaan ini, kata Aliansyah, kerap disebabkan oleh perbedaan aturan dan penafsiran antarinstansi, terutama antara BPN, Disdukcapil, dan pemerintah kecamatan maupun kelurahan.

“Belum ada keputusan final, tetapi sudah tercapai kesepahaman awal untuk memperkuat sinergi antarinstansi. Ini penting agar pelayanan publik di bidang pertanahan lebih efektif dan memberikan kepastian hukum bagi warga,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin, Aang Mandayana, menyambut positif langkah DPRD menginisiasi RDP sebagai forum koordinasi lintas lembaga.

Menurut Aang, salah satu persoalan yang sering muncul adalah ketidaksesuaian nama pada sertifikat tanah dengan data kependudukan. Hal ini diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

“Jika perbedaan nama bersifat administratif, maka perbaikannya harus melalui penetapan pengadilan. Namun, jika mengikuti hukum adat, dapat dilakukan melalui surat pernyataan perubahan nama yang diketahui lurah dan camat,” jelasnya.

Terkait penataan batas, Aang menegaskan pengukuran ulang wajib dilakukan jika ditemukan pergeseran spasial bidang tanah. “Analisa spasial menjadi dasar penting. Bila ada pergeseran batas, maka penataan harus dilakukan terlebih dahulu agar data pertanahan akurat,” ujarnya.

Ia berharap hasil RDP ini menjadi langkah awal menyatukan pandangan antarinstansi agar pelayanan pertanahan di Kota Banjarmasin semakin tertib, sinkron, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. (adv/sb).